NANGGROE : Aceh Tak Butuh Banyak Orang Pandai


Karakter yang harus dimiliki oleh pemuda Aceh adalah sifat berani, amanah, setia, dan disiplin. Aceh tidak membutuhkan banyak orang pandai, tapi Aceh membutuhkan orang-orang yang memiliki nilai-nilai keacehan tersebut. “Jika banyak orang pandai, tapi tidak amanah, maka itu adalah pangkal kehancuran...”
Oleh MUHAMMAD DAYYAN (*
Mahatir Muhammad dan Tan Sri Sanusi Junid
SAYA mendapatkan sms dari tokoh penting masyarakat Aceh di Kuala Lumpur. Ia mengundang saya menghadiri majelis iftar dan Tarawih di Jeumpa D’Ramoe pada hari Ahad lalu. Tokoh yang mengundang itu adalah Tan Sri Sanusi Junid dan istrinya, Puan Sri Nila.
Bagi kami yang tak dapat pulang ke Aceh, undangan buka puasa adalah hal yang ditunggu-tunggu, karena dapat bersilaturahmi dengan rekan-rekan mahasiswa dan tokoh masyarakat Aceh di Malaysia. Di sisi lain, undangan dari Tan Sri adalah yang paling istimewa, sebab di samping melayani kami dengan menu berbuka yang istimewa, beliau juga memberi petuah yang sangat berharga dalam setiap pertemuan dengan mahasiswa atau masyarakat Aceh.
Jeumpa D’Ramoe adalah rumah yang telah disulap Tan Sri menjadi penginapan dengan fasilitas hotel berbintang, juga berfungsi sebagai tempat pertemuan dengan kapasitas sekitar 80 orang.
Saya bersama mahasiswa Aceh di IIUM berangkat dengan mobil sewa. Butuh waktu 40 menit untuk sampai ke D’Ramoe di daerah Bangsar, kawasan elite di Kuala Lumpur. Lokasi sejuk dengan pemandangan perbukitan Damansara ini sering dijadikan tempat pertemuan mahasiswa Aceh maupun tamu yang ingin berjumpa dengan Tan Sri.
Malam itu, setelah shalat Tarawih berjamaah Tan Sri menyampaikan wejangan kepada kami yang terdiri atas mahasiswa, dosen asal Aceh yang sedang menuntut ilmu di IIUM-Gombak, UM-Petaling Jaya, UKM-Bangi, dan UPM-Serdang. Ia sangat peduli Aceh.
Beliau menyampaikan beberapa pesan. Pertama, apa pun pandangan politik kita, pemimpin Aceh yang baru, dr Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, harus dibantu untuk mempercepat proses pembangunan yang berkualitas bagi kesejahteraan rakyat Aceh.
Ia sarankan juga, para pelajar Aceh yang telah menuntut ilmu sampai ke luar negeri hendaknya tidak berorientasi pada jabatan. Jika kita semua masih berorientasi pada jabatan, maka selamanya Aceh akan meupake (berseteru). Maka sangatlah penting masing-masing pihak berkonsentrasi pada bidang kerja yang sesuai dengan keahliannya. 
“Jangan cari dan tuntut posisi setelah pulang ke Aceh, tapi rebutlah bidang kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan,” katanya. Selain itu, semua pihak harus bekerja untuk membangun Aceh. Jangan sibuk cari celah untuk menjelekkan kerja pemerintah sekarang untuk mendapatkan simpati rakyat guna merebut kuasa lima tahun ke depan.
Selaku salah satu tokoh politik Malaysia di era Mahathir Mohammad, Tan Sri masih sangat berpengaruh dalam percaturan politik Malaysia. Tan Sri mengingatkan Pemerintah Aceh untuk membangun kerja sama dengan Pemerintah Malaysia, bukan dengan tokoh oposisi di Malaysia. Jika salah memilih kawan, maka akan sulit mendapatkan kerja sama yang baik dengan luar negeri, khususnya Malaysia.
Tan Sri yang menikah dengan cucu Teungku Daud Beureueh, Nila Inangda ini telah dikaruniai delapan putra-putri. Ia berpesan, orang Aceh beurame aneuk (harus banyak anak), karena penduduk Aceh tak ramai. Apalagi selama 30 tahun Aceh berkonflik menyebabkan ribuan orang syahid, ditambahkan lagi yang syahid akibat bencana tsunami.
Meski usianya 69 tahun, namun spirit Tan Sri masih mampu memotivasi para mahasiswa Aceh di Malaysia untuk terus bergiat mempersiapkan diri membangun Aceh yang lebih baik. Selaku Presiden Ikatan Masyarakat Aceh Malaysia (IMAM) di Kuala Lumpur beliau juga menekankan akan pentingnya membangun karakter Aceh sebagai modal utama meraih kejayaan. 
Karakter yang harus dimiliki oleh pemuda Aceh adalah sifat berani, amanah, setia, dan disiplin. Aceh tidak membutuhkan banyak orang pandai, tapi Aceh membutuhkan orang-orang yang memiliki nilai-nilai keacehan tersebut. 
“Jika banyak orang pandai, tapi tidak amanah, maka itu adalah pangkal kehancuran,” imbuh Tan Sri.
Penulis adalah mahasiswa Aceh di Malaysia, 
Melaporkan dari Kuala Lumpur \ serambinews
[atjehcyber.net]
Tags: , , ,

Boh Panah...?

Pat Boh Pahah Nyang Hana Geutah Kecuali Boh Mirah Ngoen Boh Keuladi, Pat Tuto atawa But Nyang Hana Salah Kecuali Firman Allah Ngoen Hadih Nabi.

Boh Panah nyan peunajoh Raja Aceh jameun dilee. Tapi lawet nyoe jeut keu gura seubab gara-gara boh panah abeh duem ureung meugeutah.
Boh Panah (Buah Nangka) merupakan makanan favorit Raja Aceh masa dahulu kala. Namun sekarang menjadi heboh karena getahnya itu membuat banyak orang terjerat. ...selebihnya tentang Boh Panah!